Hardiknas - Pendidikan Tinggi di Bawah Kuasa Kapitalisme

Kata pendidikan merupakan satu frasa yang memiliki arti, makna, dan nilai. Tak sedikit pikiran yang berusaha menafsirkannya. Bahkan, dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pun pendidikan menjadi perhatian, bahwa pendidikan ialah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Bukan hanya itu, salah satu tokoh sentral seperti Ki Hajar Dewantara juga mencoba memberikan penafsiran mengenai pendidikan, menurutnya pendidikan adalah proses menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada peserta didik, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

Merujuk pada kedua pengertian di atas, maka pendidikan dapat dikatakan sebagai salah satu instrumen untuk mencapai amanat Undang-Undang Dasar 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.

Sebenarnya pendidikan bukanlah hal yang baru muncul dalam kehidupan manusia. Di era Yunani Kuno (500 Masehi) pria-pria dewasa telah menerapkan sebuah kebiasaan dalam kehidupannya dengan mendatangi orang pandai tertentu untuk mempertanyakan dan mempelajari hal ikhwal. Kebiasaan tersebut diberi nama Skole, Scola, Scolae, atau Schola yang berarti waktu senggang. (Room Topatimasang, 1998).

Di Indonesia sendiri, pendidikan sudah diterapkan pada era pra kolonial (Non formal; Ajaran budi pekerti), era kolonial (Formal; Sekolah bangsawan), era kemerdekaan hingga saat ini (Sekolah formal yang umum).

Tak dapat dipungkiri, perkembangan zaman yang semakin modern menggiring pendidikan semakin bersentuhan langsung dengan kebijakan yang tak adil. Hingga berimplikasi pada pendidikan yang bercorak ekonomis.

Pada momentum peringatan hari pendidikan di tahun 2021 ini, bangsa ini tak boleh lagi terlalu menganggap pendidikan sedang baik-baik saja. Tetapi ini harus menjadi momentum bagi kita semua untuk menakar kondisi pendidikan kita hari ini.

Seperti yang telah diungkap pada paragraf sebelumnya, bahwa nilai ekonomis adalah corak dari pendidikan kita hari ini. Itu dapat diversifikasi kebenarannya dengan melihat biaya pendidikan yang semakin mahal. Biaya pendidikan yang semakin mahal mengakibatkan terjadinya diskoneksi pemerataan pendidikan bagi warga negara. Padahal dalam UUD NRI Tahun 1945 Pasal 31 ayat 1 dan 2 sangat jelas diterangkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak, terjangkau, dan berkualitas.

Adanya kelas masyarakat yang tak dapat mengakses pendidikan menjadi bukti konkret bahwa pendidikan hari ini tak lagi memikirkan masa depan generasi. Bagi kaum kelas elit, biaya pendidikan yang mahal bukanlah sebuah ancaman bagi mereka, namun bagi kaum kelas bawah hal tersebut adalah sebuah penindasan yang sangat kejam.

Pendidikan yang terlalu berpihak pada kelas atas akan memciptakan kesenjangan sosial. Sebab ada kelas masyarakat yang tak dapat merasakan mutu pendidikan.

Dari hal demikian, apa sebenarnya yang menyebabkan pendidikan hari ini berhaluan demikian? Sederhana saja, pendidikan masa kini semakin bercorak ekonomis karena berada di bawah kuasa kapitalisme!

Kapitalisme sebagai ideologi masyarakat barat, mulai sejak awal kemunculannya hingga saat ini telah memberi pengaruh yang cukup signifikan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat, termasuk dalam hal ini adalah pendidikan (Arief,2006).

Secara etimologi, Kapitalisme berasal dari dua kata, yakni capital (modal) dan isme (paham). Maka secara terminologi kapitalisme adalah paham yang berdasarkan modal (pemilik modal).

Menurut Karl Heinrich Marx, kapitalisme ialah sebuah sistem dimana harga barang dan kebijakan pasar ditentukan oleh para pemilik modal (Kaum Borjuis) untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.

Kapitalisme pendidikan tinggi akan melahirkan mentalitas yang jauh dari cita-cita pendidikan sebagai praktik pembebasan dan agenda pembudayaan (Peters, 2011). Hal tersebut terjadi dikarenakan pendidikan saat ini hanya berpacu pada kurikulum yang telah diatur oleh sistem demi selembar sertifikat/ijazah.

Problematika pendidikan nampak begitu jelas dihadapan mata, kita harus diperhadapkan pada dua pilihan, antara pendidikan kompetisi ekonomi yang mencari kemenangan diri atau pendidikan keadilan sosial yang menjamin kemandirian. Dan semua itu sekali lagi adalah ulah kaum Kapitalisme!

Sebagai bangsa yang memiliki cita-cita mulia, tentunya kita tak menginginkan pendidikan elitis yang hanya berpihak pada kelas elit saja, tetapi kita menginginkan pendidikan pembebasan yang dapat memberdayakan semua orang menurut bakat dan keterbatasannya sehingga menjadi orang realis dan kreatif.

Oleh karena itu, pendidikan hari ini mesti dilepaskan dari pengaruh Kapitalisme agar tak terjadi kesenjangan sosial dalam masyarakat. Untuk mewujudkan itu, penulis mendorong penerapan UU RI Nomor 12 Tahun 2012 bab I pasal 3 secara menyeluruh. Berdasarkan undang-undang tersebut, pendidikan tinggi harus berasaskan kebenaran ilmiah, penalaran, kejujuran/transparansi, keadilan/pemerataan pendidikan, manfaat, kebajikan, tanggungjawab, kebhinnekaan, dan keterjangkauan.

Segala sesuatu yang tetap berpegang teguh pada asasnya, maka akan tetap berada pada garis yang baik. Karena itu, untuk memperbaiki pendidikan tinggi masa kini, ia mesti dikembalikan pada asas-asasnya.

Lebih lanjut, perlu adanya kesadaran dan ikhtiar dari para pemerhati pendidikan untuk memberikan keberpihakan kepada kaum kelas bawah yang tertindas. Maka satu-satunya jalan ialah, lawan dan berontak!

Referensi:
Arief, Budiman. 2006. Kebebasan, Negara, Pembangunan. Jakarta: Pustaka Alfabet
Firmanzah. 2012. Marketing Politik (Antara Pemahaman dan Realitas). Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Masoed, Mochtar. 2002. Pollitik Bisnis Internasional. Yogyakarta: Kanisius
Peters, Michael A. 2011. Cognitive Capitalism, Education, and Digital Labor.

Penulis: Firmansyah (Kabid PTKP HMI Komisariat Ilmu Budaya Unhas Cabang Makassar Timur)

*Salam Budaya*


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wacana PTKP - Persekongkolan di Balik Konflik Israel-Palestina

HMI Komisariat Ilmu Budaya Maktim Sukses Gelar Basic Training IV